Kamis, 29 Maret 2012

Dialog Dalam Barisan Demonstrasi

"Dalam bertarung, para pejuang rela berkorban, mati-matian, militan; para pemberani memenangkannya; dan para pecundang menguasainya. Coba kamu ingat, apa yang partai ini lakukan saat ibu pimpinan mereka menjadi penguasa negeri ini. Bukankah mereka tenang-tenang saja saat ibu pimpinan mereka menjual aset-aset nasional ke pihak asing? Bukankah saat berkuasa dulu, ibu pimpinan mereka berkali-kali menaikkan harga BBM, mensahkan UU no 13 tahun 2003 yang sangat merugikan kaum buruh, membebaskan koruptor-koruptor besar, tak berani mengadili para jenderal pelanggar HAM, tak berani mengusut kejahatan-kejahatan Orba, dsbnya. Mereka ini jelas bukan petarung, pejuang, atau pemberani. Mereka hanyalah lingkaran pecundang yang ingin memanfaatkan situasi dan wacana kenaikan BBM kali ini", Keithy membuka percakapan menghilangkan rasa bosan yang sejak tadi melanda.

"Kamu jelas bukan sosok pemaaf. Yang kedua, kamu harus paham bahwa materi itu selalu berubah, berdialektika. Yang dahulu kawan sekarang bisa jadi lawan, begitupula sebaliknya, yang dahulu lawan sekarang bisa jadi kawan. Di kelompok para elit sana juga ada perpecahan, juga ada faksi-faksi", Sishee menimpali sambil tetap asyik mengamati metode aksi demonstrasi menolak kenaikan harga BBM yang dilakukan oleh Partai Dekrit Ibu Pimpinan.

Saat itu, belum genap tiga perempatnya senja, tapi Keithy sudah gerah berada di tengah hiruk-pikuk aksi demonstrasi yang lebih menyerupai rangkaian acara kampanye ini. Sementara aksinya konon bakal berlangsung hingga malam menjelang. "Kaum gerakan tak boleh kekiri-kirian, tak boleh berlaku elitis. Harus menghampiri kaum ekonomis, moralis, bahkan yang reaksioner sekalipun. Karena tak ada gerakan yang besar yang tak politis", lanjut Sishee di sela-sela dentuman musik dangdut yang mengalun dari mobil komando. Tampak pula para kader-kader dan simpatisan yang berkaraoke, asyik berjoget ria sambil memaki-maki ketua DPRD (dewan pimpinan rok-mini daerah), Gubernur, dan Presiden yang kebetulan berlatarbelakang dari Partai Duit. Bahkan Walikota perempuan yang mereka usung dan menangkan dalam pilkada-pun dimaki-maki karena tak mau menemui mereka. Beberapa Polwan cantik tampak berusaha untuk tidak salah tingkah, saat jadi sasaran godaan massa aksi, yang didominasi kaum pria.

"Tapi begini Sishee, orang-orang selalu menjadi korban tipu muslihat atau sering menipu diri dalam kehidupan politiknya, dan mereka akan terus menerus bersikap demikian bila mereka tidak berhasil memahami kepentingan-kepentingan klas di balik tabir moral, agama, sosial-politik, deklarasi-deklarasi, dan janji-janji".  Sishee tersenyum, mengangkat bahu, sejurus kemudian, tampak teringat sesuatu. "Ah Keithy, itu kan kata-katanya Vladimir Lenin tentang prinsip metodologi Marxisme yang paling mendasar, tentang pendekatan klas. Yang mengasumsikan bahwa masyarakat terbagi ke dalam klas-klas".

Maka, mulailah dua sahabat yang bolos kuliah untuk ikut demonstrasi itu tenggelam dalam debat tentang berbagai hal yang mereka baca ataupun pelajari sendiri. "Begini Sishee, benar bahwa di antara kaum elit-pun ada perpecahan, persaingan, ataupun faksi-faksi. Tapi berbeda dengan faksi-faksi dalam kaum gerakan yang punya perspektif anti imperialisme asing dan menolak sisa-sisa feodalisme, elit-elit kita kan tak lebih dari borjuasi komprador. Bermental pengecut sejak kemunculannya, progresif saat tertekan, dan konservatif saat memimpin. Sebelum berkuasa, ibu Megawereng muncul sebagai sosok yang dizolimi pak Hartomcat. Setelah turun dari kekuasaan, malah menuduh Jend (Purn) SiBuaYa menusuknya dari belakang. Itu politik Sishee, tak ada kawan dan lawan yang abadi, yang abadi hanyalah kepentingan. Mereka sama-sama berkepentingan terhadap berlangsungnya hegemoni kapitalisme dan mendapatkan ceceran kekuasaan. Pro-kontra kenaikan BBM tak lebih dari upaya kampanye merebut simpati rakyat, atau yang lebih parah lagi, seperti biasa, adalah media pengalihan isu. Mulai dari persoalan peradilan para tersangka korupsi, pilkada di daerah pusat kekuasaan, dll. Sebagaimana yang Don Corleone katakan, di balik setiap keuntungan yang besar, terdapat kejahatan yang besar".

Saat Keithy sedang panjang lebar memberikan penjelasannya pada Sishee, tampak beberapa kader Partai Dekrit Ibu Pimpinan sedang membagi-bagikan nasi bungkus, tahu isi, dan minuman kepada massa aksi yang sejak beberapa menit lalu mulai berkurang drastis, ditinggal pulang.  Belakangan diketahui kalau ternyata banyak yang lapar, sebagian lagi beralasan ngantuk, dan beberapa punya agenda lain. Dari atas mobil komando, sang orator mewanti-wanti massa aksi agar jangan ikut-ikutan pulang, karena makanan untuk alas perut sudah datang.

"Nah Sishee coba kamu lihat. Seumur-umur ikut aksi, baru kali ini ada aksi yang bagi-bagi nasi bungkus tanpa kita urunan sebelumnya". Sishee tampak sedikit kesal, " Keithy, kita ke sini kan bukan untuk mengamati pembagian makanannya. Kita kan bersolidaritas. Ini partai oligarkis, yah kita-pun sama-sama tahu. Tapi coba kamu ingat-ingat, setelah PKI (Partai Komunis Indonesia), belum ada lagi partai besar yang punya basis massa banyak yang memakai politik mobilisasi massa. Partai-partai besar kan selalu berkompromi, penyelesaian dengan jalan deal-dealan. Ada partai besar memobilisasi basis massa dengan tuntutan menolak kenaikan BBM seperti ini tentulah sebuah kemajuan, dan patut diapresiasi. Kita harus bisa mengambil manfaat dari radikalisasi isu kenaikan BBM ini".

"Hey Sishee, sebelum ini kan ada Partai Keongracun Selamat yang juga memakai politik mobilisasi massa, menyerukan jihad melawan Yahudi. Tapi mobilisasi massanya Partai Keongracun Selamat dengan Partai Dekrit Ibu Pimpinan ini berbeda dengan politik mobilisasi massanya PKI. PKI adalah partai modern pertama di Indonesia yang sejak kemunculannya tetap konsisten melawan kolonialisme, imperialisme, dan sisa-sisa feodalisme. Memimpin perjuangan berbagai organisasi kaum progresif revolusioner yang terorganisir dan terpimpin, yang terdiri dari klas buruh, kaum tani, mahasiswa, pemuda, seniman, dan kaum perempuan. PKI juga tercatat sebagai organisasi politik pertama yang melakukan pemberontakan bersenjata terhadap kolonial. Caat itu: massa yang terorganisir dan terpimpin, bukan massa mobilisir seperti ini", sahut Keithy berapi-api.

"Iya tapi semua kan butuh proses, Keithy. Harus selalu sabar dan cerdik memasok kesadaran sejati dalam setiap panggung yang disediakan". Keithy tak mengindahkan celetukan Sishee, terus melanjutkan, "Januari lalu ibu Megawereng menganjurkan pemerintah menaikan harga BBM. Tapi beberapa minggu lalu, malah mengecam wacana kenaikan harga BBM yang digulirkan pemerintah, dan sekarang justru meneken tanda tangan yang berisi seruan melarang kader-kader Partai Dekrit Ibu Pimpinan terlibat dalam aksi demontrasi menolak kenaikan BBM. Di bawah radikal, kok di atas malah main MoU-an".

"Iya Keithy, semoga kaum gerakan bisa menjadi alternatif menuju perubahan yang lebih baik di negeri ini, tanpa perlu merusak lampu merah, mobil dinas, tanki, fasilitas umum, atau ketentraman warga." Senja telah turun menghampiri, keduanya makin jauh dari barisan massa aksi, hanya lagu iwak peyek yang masih samar-samar terdengar. SPBU yang baru dilewati-pun tampak sepi, hanya satu-dua kendaraan yang singgah untuk mengisi bahan bakar. Tak ada antrian panjang seperti yang heboh diberitakan di media massa. Kota Showrockboyo tetap seperti sediakala.

[Note: Kesamaan atau kemiripan nama, peristiwa, lokasi, maupun momen hanyalah kebetulan semata,- tanpa ada kesengajaan.:)]


******* 

Dante Che, 28/ 03/ 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar