Sabtu, 09 Februari 2013

Rinai-Rinai Kisah Berlawan


Sambil berbaring kutulis kembali kisah ini,
kisah setelah kekalahan kaum progresif,
cerita bermula di awal sembilan belas tujuh puluh empat
ketika pembungkaman mulai secara masif nyata,
ada rinai-rinai perlawanan di ibukota
kaum urban dan mahasiswa memenuhi jalanan
menantang terik dan membakar apa yang ada,
penggusuran, basis lahirnya taman mini Indonesia indah
pembakaran di tanah abang, nyambi yel-yel anti mobil Jepang,
rinai-rinai cuma mampu membentuk kelokan air
yang mengalir, berujung keruh
tanpa dukungan dari desah parau daerah-daerah,
apalah artinya rinai-rinai geopolitik

Di tahun sembilan belas tujuh delapan,
rinai-rinai bergemericik di daerah-daerah
sementara di ibukota kembali kemarau,
rinai-rinai itupun keruh akhirnya,
apalah artinya bejibun rinai-rinai tanpa masifitas geopolitik,
berujung pada nasib naas, dengan munculnya;
normalisas kehidupan kampus-badan koordinasi kampus,
makin kering kerontanglah seluruh negeri,
bahkan rinaipun enggan mampir

Di sembilan belas delapan puluhan,
laksana kaktus di tengah padang gurun kehidupan
berbagai varian praksis dan aliran membentuk awan,
sayup-sayup dan seadanya merenda asa
minoritas bukan alasan berpangku dan memohon iba
kelindan mitra, jaringan, dan sel lewat kontak
manfaatkan kesempatan berbuah peluang
hindari fatamorgana

Di sembilan belas sembilan puluhan,
bendera telah dikibarkan, pantang diturunkan
menyusuri kali-kali kering, meniti lembah mendaki bukit
latihan-latihan menghadapi menara gading tiran,
sembari tetap awas pada fatamorgana,
pada advonturisme dan oportunian,
selalu waspada pada alat-alat rezim militerisme,
mulai dari menwa di kampus hingga organisasi pemuda-mahasiswa
yang terkooptasi rezim

Hingga tibalah saatnya ketika itu, sembilan belas sembilan delapan
rinai-rinai berubah berderai-derai,
tumpah-ruah memenuhi jalanan
banjir bandang perubahan menjungkalkan otoritarian
gejolak massa luar biasa, terlarut dalam euforia
tak awas menatap, banyak yang terapung berenang
tak tenggelam

Pekik reformasi ke seantero negeri
keluar mulut buaya masuk mulut singa
situasi kini kembali terjajah
derai-derai hanyalah tinggal kisah,
bahkan rinai-rinaipun enggan menyapa

28 oktober di depan mata
guratan prasasti heroik para pemuda-pemudi
83 tahun silam berikrar
satu nusa, satu bangsa, satu bahasa
tanah air tanpa penindasan
bangsa yang gandrung akan keadilan
bahasa tanpa kebohongan
Jangan biarkan itu kerontang tanpa rinai-rinai
mari bersatu bangkit melawan,
mengguratkan kisah berlawan generasi
dua ribuan!

*******

YKG, 07 / 10 / 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar