Sabtu, 09 Juni 2012

Kisah Tentang Kehilangan Handphone

Dini hari menjelang subuh, ada yang mengendap datang. Di halaman, gerbang tak terkunci. Suasana hening sepi, pertanda para penghuninya sedang dibuai mimpi dalam lelap tidur. Keadaan yang damai dan tenang seperti itu, rupanya menggoda insan yang lewat untuk mendongakkan kepala melihat-lihat keadaan di dalam, sekedar iseng-iseng mengamati atau bahkan untuk maksud-maksud tertentu yang lebih khusus dan serius.

Itulah yang terjadi pada pagi hari 19 Mei itu. Dewo Dawo, seorang anak kost-kostan yang sedang dalam kesulitan keuangan, mencoba bermusafir ria dari satu ke lain tongkrongan, mencari sedikit pengganjal perut dari kawan-kawan yang mungkin berbaik hati membagi rejeki.

Sampailah ia di depan kostnya Etus Atus, kawan sefakultasnya yang berasal dari kepulauan Sunda Kecil. Gerbang kost yang tak terkunci, suasanan kompleks yang tenang, dan keadaan kost yang sepi, memudahkan Dewo Dawo untuk dengan bebas mendatangi kamar kawannya di lantai dua. Tekadnya sudah bulat. Ia akan berpura-pura datang berkunjung atau meminjam buku, kemudian meminjam uang.

Sesampainya di depan kamar Etus, didapatinya kamar dalam keadaan terbuka.Etus sendiri telah lelap tertidur dengan sebuah buku tebal masih terhampar terbuka di hadapannya. Kamar tampak rapi, walau beberapa buku, baju, dan gelas bekas minum teh tampak belum dibereskan. Mungkin Etus ketiduran, begitulah Dewo mencoba menerka-nerka. Di samping bantal pembaringan, tepat di depan pintu, dilihatnya ada tiga buah handphone teronggok pasrah.

Rasa lapar yang membuncah, mendorongnya untuk segera membangunkan Etus dari nikmatnya lelapan. Akan tetapi, sejurus kemudian, ia tampak ragu. Mendadak pikiran liarnya bergemuruh, menghujam nurani mengobrak-abrik logika. Kesempatan emas yang terbentang telah melahirkan ide brilian mengatasi krisis yang dialaminya.

Diredamnya teriakan rasa bersalah dalam dirinya, disingkirkannya sentimen kesetiakawanan. Segera dengan gesit ia mengambil dua dari tiga handphone tersebut, yang dianggapnya paling gres, dan dengan gesit pula segera meninggalkan kamar dan kost kawannya tersebut. Semuanya berlangsung cepat, dan keadaan tetap hening sepi, tenang dan damai.

Segera Dewo Dawo menjualnya pada orang yang mampu menebusnya, berapapun harganya. Ia membutuhkan uang dalam waktu cepat. Malam nanti ada pertandingan final Liga Champions antara Bayern Muenchen vs Chelsea. Walau bukan penggemar fanatik sepakbola, ia juga butuh dana untuk terlibat dalam euforia masal ini.

Satu dua hari berjalan setelah kejadian tersebut, Dewo Dawo tak melihat adanya tanda-tanda adanya respon di kalangan kawan-kawannya atas kehilangan handphone yang dialami oleh Etus Atus. Kawan-kawannya pun tampak tenang-tenang saja, sambil menduga jangan-jangan kedua handphone tersebut justru dijual oleh Etus Atus sendiri.

Dengan demikian, Dewo Dawo merasa aman. Tak ada yang mengetahui perbuatannya. Itu telah menjadi rahasia dalam penggalan sejarah. Apalagi dilihatnya Etus Atus tampak bersikap baik-baik dan wajar sebagaimana biasa kepadanya.

Dalam kegelapan aksinya, ia lupa pada bumi tempatnya berpijak, pada langit yang diterangi rembulan tempatnya bernaung, menjadi saksi, juga dalam keadaan hening sepi, tenang, dan damai. Akan selalu ada mata yang memandang, mengamati segala gerak-gerik tingkah laku setiap makhluk. Baik yang hanya iseng-iseng ataupun yang punya maksud khusus dan serius.

Mendengar penuturan dari semua saksi mata maupun sukma, Etus Atus tampak tenang dan tak terburu-buru meresponnya. Ia tahu bahwa handphone-nya telah dijual, tapi sim card masih disimpan oleh Dewo Dawo. Rupanya kawannya Dewo Dawo itu tak tega untuk membuang sim card tersebut, dan masih mencari-cari peluang untuk mengembalikan sim card tersebut.

Etus hanya berharap bahwa tak perlu mengganti rugi handphone tersebut, tapi segeralah kembalikan sim card-nya, karena ia sangat membutuhkan. Selebihnya, biar bagaimanapun, mereka tetaplah kawan.


******* 

Dante Che, 31 / 05 / 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar